Merindukan Tawa yang Hilang
Suatu hari di senja yang
gerimis terlihat seorang dengan perawakan sederhana sedang duduk sendiri dalam
ruangan yang kosong. Sesekali yang terdengar hanya suara rintik hujan dan
hembusan angin melalui celah jendela. Tampak di ruangan lagi beberapa anak muda
sedang bergelut dengan komputer mengisi sebua
Suasana semakin hening seiring dengan rintik hujan yang mulai deras. Hujan tak hanya rintik sepertinya matahari juga tak mau kalah untuk memperlihatkan sinarnya yang panas. Begitulah pemandangan sore itu hujan disertai dengan panas terik matahari. Suasana seperti ini membuat rindu bagi seorang seperti saya yang sedang merantau jauh dari keluarga. Sesekali hanya sejenak berdiri melihat sekeliling dengan tatapan turut bahagia meski dalam hati ada kekosongan dan kerinduan akan sosok yang disayangi.
Banyak orang mengatakan bahwa waktu akan banyak mengajarkan kita akan kebiasaan dan kebiasaan akan menjadikan kita menjadi hilang akan kerinduan. Tapi, itu kata orang karena yang saya alami adalah tetap merindu. Tetap melihat jauh akan sosok itu. Sosok yang selalu akan dirindukan.
Meskipun menjadi sebauh kebiasaan untuk jauh dari keluarga tapi ada satu rasa yang tak bisa dibendung yaitu tentang cinta dan tentang rindu. Benarlah kata para motivator bahwa kebahagiaan itu tidak bisa dibeli dengan uang, ia hanya bisa dirasakan dan hadir dalam hati.
Sekelumit tentang hidup di sini
Di tempat ini berjarak sekitar 100 Km bisa ditempuh dalam perjalan sekita 3 jam. Di tempat ini kita bisa menemukan sebuah keunikan yang luar biasa. Masyarkatnya yang ramah dan lemah lembut, mereka seolah-olah menganggap kita sebagai keluarganya. Inilah hal yang mungkin jarang kita temukan di daerah lain. Tidak salah jika daerah ini menjunjung tinggi namanya "ade" atau adat. Etika dan tata krama selalu dikedepankan. kelembutan hati dan senyum mewarnai hari bersama mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar